Ada seorang pemuda. Dia tertarik dengan balap sepeda. Setelah mengumpulkan uang, akhirnya dia mampu membeli sebuah sepeda balap.
Dengan senang hati, dia mencoba sepeda balap tersebut. Setelah
beberapa hari mencoba, dia kecewa berat. Dia tidak bisa mengendarai
sepedanya dengan kecepatan tinggi. Bagaimana pun dia mengayuh, tetap
saja sepeda berjalan dengan lambat. Akhirnya dia membawa sepeda tersebut
ke tempat dimana dia membelinya.
“Pak, Anda menipu saya! Katanya ini sepeda balap, koq larinya lambat
banget. Bahkan kalah oleh sepeda biasa.” katanya sambil marah-marah
kepada penjual sepeda.
“Yang benar pak? Padahal pembalap nasional saja menggunakan sepeda
seperti ini. Mereka bisa cepat koq?” kata penjual sepeda, keheranan.
“Buktinya? Saya sudah sekuat tenaga mengayuh, tetap saja lambat.” katanya menaikan nada suaranya.
“Mungkin ada yang rusak pak. Boleh saya periksa?” tanya penjual sepeda tetap tenang.
Kemudian dia memeriksa sepeda. Setelah beberapa saat dia berkata:
“Tidak ada yang rusak pak, kondisinya 100% .”
“Tapi.. kenyataannya? Sepeda itu lambat! Coba saja sendiri jika tidak percaya.” kata pemuda tersebut tetap pada nada tinggi.
“Baik pak, akan kami coba.” kata penjual sepeda sambil memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mencoba sepeda tersebut.
Wussss…. setelah beberapa saat, sepeda itu melaju dengan kencangnya. Jelas saja membuat pemuda tadi bengong.
“Koq bisa yah?”, kata pemuda tadi bingung.
“Silahkan dicoba lagi. Saya mau lihat cara Anda membawa sepeda.” kata
penjual sepeda sambil tersenyum lega, sebab sepedanya memang tidak
apa-apa.
Pemuda tersebut mencoba mengayuh sepeda. Dia mencoba mengayuh dengan
cepat dan sekuat tenaga. Memang benar, sepedanya tidak melaju dengan
cepat. Usaha si pemuda mengayuh sepeda terlihat sia-sia karena sepedanya
tidak juga melaju dengan cepat. Akhirnya, dengan badan penuh peluh, dia
menghampiri penjual sepeda.
“Apa yang salah yah?”, katanya sambil tetap bingung.
Penjual sepeda tersenyum. Dia sudah menemukan dimana letak kesalahannya.
“Secepat apa pun Anda mengayuh, kecepatannya tidak naik dengan
berarti jika Anda tetap di gigi satu.” kata penjual sepeda menjelasnya.
“Oh… jadi harus pindah gigi yah? Bagaimana caranya?”, kata pemuda
tersebut sambil menahan malu.
Mukanya merah padam. Jika tadi merah
karena marah, sekarang merah karena malu.
NB: Secangkih apapun alat akan percuma jika kita tidak bisa menggunakannya.
Comments[ 0 ]
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.