Tetiba
akhir2 ini banyak "pengamat F1" Indo karbitan berseliweran di timeline,
seolah2 udah paling pakar bisnis di balik industri jet darat (yes, I’m
talking about you, Mister Made something).
Bung, dari jaman Lauda gigit besi (coba nonton film RUSH deh), yang
namanya mbayar buat balapan itu praktik yang lazim di F1. Istilahnya:
pay-driver. Coba melipir ke wiki dulu sana: “…many successful drivers,
such as multiple F1 world champions Niki Lauda, Michael Schumacher and
Fernando Alonso, also started their careers as pay drivers but gradually
worked their way up the racing ladder.” Jadi, yang ngidolain Lauda,
Schumi, Alonso, mereka tuh dulu juga “nyogok” buat bisa balapan.
Masih dari wiki nih: “Many of the so-called pay drivers in F1 today
come with good racing records. Sergio PĂ©rez, Pastor Maldonado, Felipe
Nasr, Esteban Gutierrez, Rio Haryanto and Jolyon Palmer are all GP2/GP3
race winners.”
“Pakar F1 karbitan” itu juga paling baru denger
nama Rio Haryanto 6 bulan terakhir. Dulu2 dari jaman Rio umur 17 tahun
udah nge-test-drive Virgin Racing F1 di tahun 2010, ente kemane aje?
Tahun 2015 ngikutin kiprahnya Rio gak? Mentang2 GP2 gak ada yg nyiarin
di TV Indo, gak berarti kiprahnya gak bisa diikutin kan? Internet jangan
dipake cuma buat fesbukan makanya.
Ini gw kasih foto secuil
prestasi Rio. Masih gak percaya? Di Youtube banyak loh video aksi
overtake-nya Rio. Overtake itu Bahasa Lamongan-nya "nyalip".
Rio
itu pembalap Indo paling jago saat ini. Kelasnya jauh di atas anak
pemilik sirkuit itu. Ini bukan masalah masih banyak rakyat yang
kelaparan (itu mah tugasnya Mentan, Mensos, apalagi ya?). Kalo Menpora
bantuin cari dana, ya emang udah tugasnya bukan? Masak Menpora beliin
beras buat bantu orang laper?
Lagian, 15 juta euro itu mah receh
di industri olahraga sekarang. Cuma dapet pemain bola kelas kacang di
Premier League sana. Sayangnya, orang Indo mindsetnya olahraga itu cuma
melulu dapet piala, dapet medali. Padahal di balik itu tersimpan potensi
bisnis dan ekonomi yg jauh lebih besar: promosi produk, branding,
marketing, jualan merchandise. Kalau mau jadi bangsa besar, berpikir
seperti bangsa besar, jaya, kaya. Kecuali mau terus jadi bangsa kerdil,
ya terserah.
Btw, F1 itu masuk kategori Mega (Sporting) Events
loh, sekelas sama FIFA World Cup, NBA, Olimpiade, dan MotoGP. Oiya, Mega
Events itu, menurut sosiolog Inggris Maurice Roche dalam bukunya
Mega-Events and Modernity (2000) mengatakan: Mega Events are
“large-scale cultural (including commercial and sporting) events, which
have a dramatic character, mass popular appeal and international
significance”.
Edited:
Untuk menghindari salah kaprah tentang
penggunaan APBN dalam pembiayaan balapan Rio, sebagai informasi, total
biaya yang dibutuhkan utk berlaga dengan Manor adalah 15 juta Euro.
Untuk catatan bersama, Pertamina “hanya” membayar 5,2 juta Euro. Sisanya
sebesar 9 koma sekian juta Euro inilah yang diharapkan Menpora, dapat
ditanggung oleh sponsor2, baik swasta atau BUMN lain (catatan: KADIN dan
pengusaha Sandiaga Uno telah memberikan indikasi untuk urunan
menyeponsori Rio).
Kalau mau apple-to-apple, Garuda Indonesia
(sesama BUMN), bikin kontrak eksklusif dengan Liverpool FC, dengan nilai
9 juta Euro per tahun (sudah sejak 2012, masuk tahun ke-4, atau sudah
sekitar 36 juta Euro digelontorkan). Jauh lebih besar dari yang
dikeluarkan Pertamina.
Dan duit segitu, sangat kecil jika melihat
nilai take-over saham Inter Milan oleh pengusaha Erick Thohir (sekitar
70%, atau 250 juta Euro – duit semua tuh?). Industri olahraga itu mahal
loh
Comments[ 0 ]
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.